CARA DAKWAH MEREKAYASA SOSIAL UMAT ISLAM

Rekayasa sosial (Taghyr Ijtima’i/social engineering) dikatakan sebagai perubahan sosial yang terencana, karena dalam sebuah perencanaan dapat memungkinkan dipilihnya tindakan-tindakan yang tepat, sesuai dengan situasi dan kondisi yang benar-benar dihadapi pada saat dakwah diselenggarakan. [1] Rekayasa sosial dilakukan karena munculnya problem-problem sosial (social Problem). Sehingga munculnya problem sosial yang mesti segera diatasi merupakan faktor utama dalam melakukan rekayasa sosial.[2]
Untuk mengatasi problem-problem sosial, kita perlu mengubah intitusi-intitusi sosial, sistem sosial, norma-norma sosial yang sebelumnya berlaku dalam suatu masyarakat, karena perubahan sosial yang terencana (planed social change) pasti melalui rekayasa sosial. Rekayasa sosial (Taghyr Ijtima’i/social engineering) sering diartikan sebagai suatu cara untuk mengubah tatanan kondisi masyarakat yang menyimpang, salah, dan buruk menjadi masyarakat yang terarah, benar dan baik.[3] Dalam melakukan perubahan kondisi masyarakat yang tidak baik, maka pelaku rekayasa (agent of social change) atau dalam perspektif dakwah disebut dengan Da’i, harus terlebih dahulu membuat perencanaan perubahan dengan menetapkan tujuan, strategi, media aksi dan objek  aksi. Dalam Al-Qur’an istilah rekayasa sosial terdapat dalam QS. Ar-Ra’d ayat 11. 
Salah satu Problem sosial yang terjadi di masyarakat indonesia contohnya seperti sekarang ini banyak sekali orang yang suka mabuk-mabukan, karena menurutnya mabuk dengan meminum-minuman keras akan menghilangkan semua masalah yang dialaminya dan dapat melupakan semua masalahnya dengan tuntas, akan tetapi buktinya seseorang yang telah sadar dari mabuknya, akan kembali berhadapan dengan masalah yang belum terselesaikan. Sehingga dengan contoh seperti itu, suatu rekayasa yang harus dilakukan oleh seorang Da’i pertama melakukan dakwahnya secara berkala, artinya terencana dengan mendakwahkannya  secara perlahan-lahan seperti dakwahnya Nabi Muhammad. Dimana Da’i menegurnya atau memberi penjelasan terlebih dahulu kepada si pemabuk itu bahwa meminum minuman keras itu tidak baik bagi kesehatan, tidak ada manfaatnya dan tidak dapat menghilangkan masalah, bahkan yang ada malah menambah masalah. Sehingga setelah dakwah secara perlahan-lahan itu sudah dapat diterima oleh si pemabuknya, maka barulah tahap kedua si Da’i itu  menjelaskan bahwa Islam itu melarang untuk meminum-minuman keras dan minuman keras itu haram hukumnya.
Dalam membahas rekayasa sosial tidak akan lepas dari perubahan sosial, seperti yang dikatakan oleh Max Weber, perubahan sosial adalah perubahan situasi dalam masyarakat sebagai akibat adanya ketidaksesuaian unsur-unsur nilai dan norma sosial yang di anut selama ini.[4] Sedangkan menurut Roucek dan Warren, perubahan sosial adalah perubahan dalam proses sosial atau dalam struktur masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan  bahwa dengan adanya perubahan sosial, khususnya perubahan sosial yeng direncakana atau rekayasa sosial merupakan suatu cara untuk mengubah suatu tatanan yang menyimpang, salah menjadi masyarakat yang lebih baik. Dimana rekayasa sosial dalam perspektif dakwah merupakan strategi yang efektif dalam mengajak manusia untuk memahami, menghayati, dan mengajarkan nilai-nilai Islam. Walaupun dengan diadakannya rekayasa sosial itu sendiri tidak akan sepenuhnya menyelesaikan persoalan dalam msayarakat itu sendiri, seperti problem kemiskinan, karena kemiskinan itu merupakan suatu hukum alam. Akan tetapi setidaknya dengan diadakannya suatu rekayasa sosial, problem yang terjadi di dalam masyarakat itu sendiri sedikitnya teroganisisr.[5]
Seperti yang paparkan dari para ahli diatas, bahwa rekayasa sosial juga merupakan bagian dari perubahan sosial, akan tetapi rekayasa sosial disini merupakan perubahan sosial yang terencena. Dalam perubahan sosial yang terenacana ini hal yang harus dilakukan oleh seorang Da’i sebagai penyebar dakwah adalah sebagai pemberi perubahan sosial (social of change), karena dalam dakwahpun perubahan sosial berperan sebagai motivasi, bimbingan, perjalinan hubungan, penyelenggaraan komunikasi, sumber daya manusia dan lain sebagainya. Sebagai motivasi, seorang Da’i harus memperhatikan segi-segi kemanusiaan dalam rangka membangkitkan semangat kerja bagi mad’u nya dan pengabdian. Kemudian sebagai bimbingan, dimana dalam upaya membimbing si Da’i harus dapat menjamin terlaksananya tugas-tugas dakwah yang telah direncanakannya, agar yang menjadi sasaran dakwahnya dapat terlaksana dengan baik, adapun peran perubahan sosial dalam dakwah yaitu perjalinan hubungan, Da’i harus siap ditempatkan dalam berbagai bagian yang dihubungkan satu dengan yang lainnya, agar tidak terjadinya kekacauan persamaan dan lain-lain, seterusnya sebagai penyelenggara komunikasi dimana si Da’i harus dapat menyampaikan komunikasinya yang bertujuan untuk terjadinya perubahan sosial terhadap tingkah laku, sikap, maupun perubahan yang sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah, dan terakhir yaitu sebagai sumber daya manusia, dimana Da’i harus dapat memanfaatkan sumber daya manusia dengan cara edukasi, pendidikan, training, competency, dan learning atau pembelajaran.[6]
Metode rakayasa sosial yang diajarkan Al-Qur’an terhadap Nabi Muhammad terdapat dua tahap yaitu: pertama, perubahan terhadap apa yang terdapat didalam diri, berupa perubahan pemikiran, pemahaman, keyakinan, akidah dan akhlak. Kedua, perubahan kondisi sosial atau perubahan kondisi masyarakat.
Adapun tahap rekayasa sosial dakwah Rasulullah Saw meliputi proses:
a)             Komunikasi atau penyiaran Dakwah
b)             Pengorganisasian dan pengembangan Dakwah
c)             Pembentukan Masyarakat Baru
Selain sebagai menyeru kepada manusia ke jalan Allah, dakwah itu sendiri dimaknai sebagai suatu rekayasa meahirkan peradaban Islam dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Pertama dakwah mengajak umat manusia agar membangun kehidupan yang damai. Kedua untuk menuju hidup yang damai itu diperlukan norma atau hukum agar yang kuat tidak menindas yang lemah. Ketiga terkait dengan tingkah laku manusia yang yang tidak mungkin diawasi oleh hukum, maka dakwah menyeru kepada sandaran moral manusia. Keempat dakwah menyeru egalitarianisme, emansipasi, dan kesetaraan gender.[7]
Rekayasa sosial perlu dilakukan karena dalam kehidupan sosial selalu terjadi perbedaan antara das sollen (yang seharusnya) dan das sein (yang nyata) ditengah-tengah masyarakat. Contoh rekayasa sosial pembangunan yang berkisar pada bagaimana mengubah suatu masyarakat dengan mengubah pola pikir, dan tingkah laku atau tradisi yang menyimpang, dari norma-norma sosial. Dalam hadits Muslim, yang artinya: ”siapa saja diantara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, jika tidak mampu, maka hendaknya dengan lidahnya, jika tidak mampu maka hendaklah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.”(HR.Muslim)[8]
Berdasarkan hadits tersebut ada tiga hal yang berkaitan dengan perubahan kondisi sosial masyarakat, yaitu: pertama, mengidentifikasi bentuk kemunkaran terlebih dahulu, kedua menghitung-hitung kemampuan atau kekuatan, dan ketiga memutuskan strategi metode yang akan digunakan dalam melaksanakan suatu perubahan.



DAFTAR PUSTAKA
Aripudin, Acep. 2013. Sosiologi Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ismail, Ilyas. 2011.Filsafat Dakwah Rekayasa membangun Agama dan Peradaban Islam. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Muhtadi, Asep Saeful. 2016. Perspektif Perubahan Sosial. Bandung: Pustaka Setia.
Munir, M. Wahyu Ilaihi. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenadamedia Group.
Saputra, Wahidin. 2011.  Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta; Rajagrafindo Persada.
Shaleh, ABD.Rosyad. 1993. Manajemen Da’wah Islam. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Rakhmat, Jalaluddin.2000. Rekayasa Sosial Reformasi, Revolusi, atau Manusia Besar?. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.





[1] Abd.Rosyad Shaleh. Manajemen Da’wah Islam.(Jakarta: PT Bulan Bintang .1993).  Hal. 49
[2]Jalaluddin Rakhmat.Rekayasa Sosial Reformasi, Revolusi atau Manusia Besar?.(Bandung:PT Remaja Rosdakarya.2000).Hal. 55
[3] Muhammad munir. Manajemen Dakwah.(Jakarta: Prenadamedia Group.2006). Hal.253.
[4] Asep Saeful Muhtadi. Perspektif Perubahan Sosial.(Bandung: Pustaka Setia.2016). Hal 17.
[5]Wawancara dengan Ketua Jurusan KPI pada tanggal 13 Maret 2017.
[6] Wahidin Saputra. Pengantar Ilmu Dakwah. (Jakarta; Rajagrafindo Persada. 2011).
[7] A.ilyas Ismai. Paradigma Dakwah Quthub :Rekontruksi Pemikiran Dakwah Harakah. (Jakarta:Penamadani.(2008), hal.20
[8] Muhammad Munir. Manajemen Dakwah. (Jakarta: Prenadamedia Group.2006). Hal.257

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PIDATO ANALOGI

BASA SUNDA