CERPEN


Biarlah, Rumah Allah yang Menjadi Saksi

Hari yang begitu cerah. Dengan matahari yang tidak terlalu panas, seakan memberi kehangatan pada warga di kampung Pasir Biru.  Suara Adzan Ashar mulai berkumandang dari beberapa arah yang berlawanan, saling bersahutan meramaikan waktu sore. Jalananpun mulai ramai dipenuhi dengan kendaraan orang-orang yang baru pulang dari aktivitas kesehariaannya. Begitu pula dengan anak-anak yang berlari-lari menuju masjid tempat dimana mereka mengaji. Mereka menuju Masjid Al-Amanah. Sebuah Masjid yang berada di Jl. Sukasari Rw 10 Pasir Biru yang dibangun pada tahun 1992 dan berawal dari sebuah Mushola.
Masih teringat dipikiranku, kenangan yang tak akan pernah aku lupakan tentang mushola itu. Mushola yang sudah kumuh dan tua, pintu dan atapnya yang sudah mulai rusak, tak ada seorangpun yang peduli dengan kondisinya yang sudah semakin tua itu. Namun mushola itu sekarang sudah menjadi sebuah Masjid yang berdiri kokoh di Rw 10 dengan bentuk arsitektur yang begitu Indah. Mushola yang akan menjadi saksi tentang hidupku dan terbentuknya ikatan Muda di Rw 10. Dimana namaku yang sederhana ini menjadi sebuah nama yang dikenal di lingkungan masyarakat khususnya Rw 10. Namaku Sandi, orang-orang menyebutku dengan panggilan Andi. Dahulu aku adalah salah satu anak yang mengaji di Masjid Al-Amanah yang masih sebuah mushola. Aku dan teman-temanku Sarah, Bambang, Wawan, Ucup, Fina dan Mimin adalah tujuh anak yang mengaji di Masjid Al-Amanah. Dimana pada saat itu aku adalah anak yang paling nakal diantara keenam teman-temanku, dan yang sering diomelin sama pak DKM. Masih terbayang ketika dulu aku membuat anaknya nangis, telingaku dijewernya sampai merah. Masih teringat dengan ucapannya.

  “Andi, kamu jadi anak sangat nakal, digimanain lagi anak saya sampai Fina menangis?” tanya pak DKM yang sedang marah
“Hehehe” aku hanya bisa tersenyum.
Setiap hari kerjaanku hampir membuat teman-temanku nangis terutama sama fina anak DKM itu. Sehingga orangtua ku sering didatangi DKM. Tapi karena sifatku yang begitu meskipun aku sudah dinasehati, menjailin orang itu menurutku adalah keseruan tersendiri.  Walaupun ketika itu orangtuaku menyuruhku aku untuk pindah mengaji ke Masjid sebelah, tetapi aku menolaknya.
 “Andi, Kamu pindah saja yah nak ngajinya ke Masjid sebelah, kasian Fina kamu jailin terus tiap hari” Ucap Ibu
 “Gak mau bu. Aku sudah betah mengaji di Masjid Al-Amanah. Kalau Fina yah itu karena anaknya aja yang rewel sama gampang nangis jadi pak DKM marahin Andi terus” jawabku pada Ibu.
 “Kalau kamu gak mau pindah mengaji, kamu harus menjadi anak yang baik, yang menjadi contoh baik untuk teman-temanmu, dan buatlah Ibu bangga denganmu nak, Ibu sudah malu didatangi Pak Uya (DKM) karena kenakalan kamu” ucap Ibu kepadaku dengan penuh rasa kecewa kepadaku.
Mendengar nasihat dan ucapan ibu seperti itu, aku terdiam. Aku merasa telah menyakiti Ibuku dengan kenakalanku ini. Kemudian aku langsung pergi ke mushola walaupun belum waktunya mengaji, karena menurutku mushola adalah tempat yang paling aku sukai disaat aku ingin sendiri. Aku berdiri didepan mushola tersebut dan berkata “wahai Mushola yang sudah tua, aku telah menecewakan ibu, DKM dan teman-temanku, aku berjanji mulai sekarang aku akan menjadi anak yang membanggakan Ibu dan warga di RW 10 ini”. Ucapanku di depan mushola.
Hari demi hari aku lewati dengan kelakuanku yang mulai sedikit berubah. Karena aku ingin membuktikan bahwa aku bisa membuat orang bangga, termasuk ibuku sendiri. Sampai usiaku remaja terbenak dipikiranku untuk memperbaiki mushola itu. “Aku ingin memperbaiki Mushola itu menjadi sebuah masjid, dimana pada suatu saat Masjid Al-Amanah itu bisa menjadi tempat yang layak untuk anak-anak mengaji” ucapku dalam hati.  Lalu aku kumpulkan keenam teman-temanku termasuk Fina anak DKM itu. Aku buatlah sebuah rapat kecil untuk merencanakan pembangunan masjid. Dan setelah DKM menyetujuinya aku mulai merancang biaya dengan bekerja dan meminta bantuan kepada warga sekitar. Ternyata benar warga sekitar Rw 10 sangat antusias bahkan mereka juga ada yang mewakapkan tanahnya yaitu pak Supyadi. Bahkan sampai pembangunan masjid pun dari gotong royong warga RW 10. Setelah beberapa lama berdirilah didepanku Masjid yang kokoh dan besar di RW 10. Meskipun bangunannya belum selesai, aku terharu melihatnya.
 “Kamu hebat Andi”. Ucap Pak DKM sambil menepuk punggungku dari belakang.
 “Eh pak DKM” ucapku sambil berbalik dengan nada sedikit kaget.
           “Dahulu itu kamu anak yang sangat nakal sekali, sampai saya sudah kesal denganmu, tapi sekarang kamu itu tidak sekedar remaja yang rajin mengaji tapi remaja yang tidak pernah putus asa” ucap DKM
            “Aaah Pak DKM suka berlebihan. Aku bisa seperti ini juga  atas bantuan bapak, warga disini dan tidak lupa keenam teman-temanku, termasuk Fina juga anak bapak yang dulu aku suka jailin, hehe” jawabku sambil tersenyum.
            “Ah kamu Andi ada ada saja, ayo kita sholat Magrib” ajak Pak DKM
            “Iya pak” jawabku sambil mengikutinya.
 Seperti biasanya setelah selesai sholat Magrib berjamaah, aku dan teman-temanku suka pada kumpul terlebih dahulu, kebetulan pada malam minggu itu pengajian anak-anak libur sehingga aku tidak mengajar mereka ngaji.
            “Di, di RW 10 ini belum ada organisasi, sehingga jarang mengadakan acara yang berkaitan dengan masyarakat”  Ucap bambang memulai obrolan.
            “Iya bener tuh Bambang” Sarah menambahkan pembicaraan.
            “Iya  kita bikin aja suatu gerakan di RW 10 ini” tambah Fina
            “Tapi gerakan apa?” ucapku sambil menggeleng-geleng kepala
            “Gerakan maju mundur aja teman-teman” celetuk Mimin sambil ketawa.
            “Ihh itu kamu aja Mimin syahrini haha” ejek Sarah
            (Semuanya ketawa)                               
            “Teman-teman gimana kalau kita bikin saja gerakan remaja di Rw 10 ini? Tapi kita kasih nama gerakan apa” tanyaku
            “Iyah Di, kita kasih nama saja GM-X” jawab Fini
            “Apa itu GM-X?” tanya mereka serempak
            “GM-X adalah singkatan dari Gerakan Muda 10, X nya melambangkan angka 10 dimana itu adalah Rw kita” ucapnya
            “Setujuuuuu” (jawab serempak)
            Sehingga pada waktu itu terbentuklah Gerakan Muda-X dimana gerakan itu merupakan sebuah organisasi yang membantu masyarakat khususnya dalam mengadakan acara di RW 10 seperti acara PHBI, 17 Agustus, Tahun Baru Islam dan sebagainya. Selain dari itu, GM-X juga selalu mengadakan pengajian khusus Remaja di Masjid Al-Amanah, sehingga Masjid Al-Amanah selalu ramai dengan pengajian. Hal yang paling terkenang yaitu ketika aku sudah mulai menyimpan rasa kepada Fina, seorang gadis yang sudah tumbuh dewasa dan dahulu sering aku bikin nangis, ntah kenapa aku bisa menyukainya, yang pasti mungkin karena aku sering ketemu apalagi kalau GM-X mengadakan acara hampir setiap hari kita bertemu. Setelah Ibuku menyetujui aku dengan Fina, aku memberanikan untuk mengkhitbah Fina diumurku yang ke 25 tahun ketika kita pas bertemu di Masjid Al-Amanah. Sehingga sampai sekarang akan selalu terkenang Masjid Al-Amanah sebagai saksi kehidupanku.

SELESAI.......

           



Komentar

Postingan populer dari blog ini

CARA DAKWAH MEREKAYASA SOSIAL UMAT ISLAM

PIDATO ANALOGI

BASA SUNDA