CERPEN

Tujuh Pemuda Masjid
Hari yang begitu cerah. Dengan matahari yang tidak terlalu panas, seakan memberi kehangatan pada warga di kampung Pasir Biru.  Suara Adzan Ashar mulai berkumandang dari beberapa arah yang berlawanan, saling bersahutan meramaikan waktu sore. Jalananpun mulai ramai dipenuhi dengan kendaraan orang-orang yang baru pulang dari aktivitas kesehariaannya. Begitu pula dengan anak-anak yang berlari-lari menuju mushola tempat dimana mereka mengaji. Di sebuah Mushola kecil yang sudah mulai kumuh dan tua, anak-anak Rw 10 melakukan aktivitas kegiatan mengajinya. Mushola ini bernama Mushola Al-Amanah yang dibangun dari tahun 1986, dan terletak di Jl. Sukasari kelurahan Pasir Biru.
“Lingkaran kecil, lingkaran kecil, ling...karan kecil”. Suara anak-anak yang sedang bermain didepan  halaman mushola terdengar begitu riang. Biasanya sambil menunggu waktu Magrib tiba, mereka suka bermain dengan teman-temannya.  Seperti halnya dengan anak yang mengaji di Masjid lain, di Mushola ini anak-anak yang rutin mengaji cukup terbilang sedikit dan dapat dihitung dengan jari. Mereka adalah Sandi, Rizki, Fina, Mimi, bambang, Mumun dan Sarah. Mereka dalah anak-anak Rw 10 yang mengaji di Mushola Al-Amanah.

“Sekarang kita main petak umpat yuk!!” Ucap Sandi sambil menunggu jawaban dari teman yang lainnya.
“Yuuuuuuuuuuk” jawab serentak mereka.
“Hompipah alaikum gombreng, ma ijah pake baju rombeng” merekapun serentak menentukan cara siapa yang kalah untuk menjadi pencari dipetak umpat.
Mereka melakukan itu beberapa kali, sampai dengan menemukan orang yang salah untuk menjaga tawanannya. Suara riang mereka pun terdengar begitu agak berisik bagi warga di Rw 10. Namun kecerian mereka menjadi sebuah kehangatan dalam suasana sore di Kelurahan Pasir Biru. Setelah mereka dapat orang yang kalah, atau dalam bahasa Sunda disebut dengan “ Ucing” mereka langsung berlari-lari mencari tempat untung bersembunyi. Ada yang masuk ke mushola, ada yang deket rumah, ada yang dibalik pohon dan sebagainya. Hitungan orang yang kalah pun mulai terdengar.
“Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan ......” teriak Bambang yang kalah dan menjadi lawan bagi teman yang lainnya.
“Sarah, ketemu kamu haha” teriak Bambang sambil menunjuk Sarah yang berada dalam mushola.
“Aaaaah kamu gimana sih, baru juga aku bentar ngumpet nya udah ketemu lagi” ucap Sarah yang kesal karena duluan ditemukan oleh Bambang.
Karena suara mereka yang lumayan berisik di mushola, akhirnya Pak Uya memarahi mereka. Dengan  melarang mereka untuk bermain lagi deket mushola karena berisik. Anak-anak pun terdiam mendengar Ucapan Pak Uya yang melarangnya untuk bermain. Uya adalah singkatan dari Ujang Yahya. Beliau adalah tokoh yang cukup dikenal di Kelurahan Pasir Biru Rw 10, beliau juga merupakan salah satu pengajar nagji yang agak galak kalau anak-anaknya tidak dapat diatur. Selain sebagai Guru ngaji, Pak Uya juga merupakan Guru di Mts. Ar-Rosyidiyah di Kecamatan Cibiru.
“Sudah, sudah jangan bermain lagi disini berisik!! Teriak Pak Uya.
“Tapi Pak”. Ucap Sandi yang masih ingin bermain, belum selesai berbicara Pak Uya memotong ucapannya.
“Sudah jangan tapi-tapi, cepet kalian siap-siap mengambil air wudhu dan masuk ke mushola” perintah Pak Uya sambil melototkan matanya.
Anak-anak pun dengan rasa kesel langsung bubar dan mengambil air wudhu yang berada di pinggir mushola. Waktu  Magrib pun telah tiba. Mereka melakukan shalat berjamaah dan seusai shalat magrib mereka mulai mengaji bersama Pak Uya. Suara mereka mengaji terdengar begitu ramai di mushola. Walaupun awalnya mereka merasa sangat kesal kepada pak Uya, tetapi mereka bangga karena hanya Pak Uya yang mau mengajar mereka mengaji, dan merekapun berprinsip bahwa suatu saat mereka juga akan bisa membuat bangga pak Uya.
Hari demi hari, bulan demi bulan mereka lewati dengan aktivitas keseharian mereka. Mereka semakin tumbuh menjadi para remaja yang selalu bersemangat. Hingga akhirnya beberapa tahun kemudian mereka melihat kondisi mushola yang sudah mulai rapuh dan tua itu, mereka berencana untuk  mencari bantuan agar bisa membangun mushola itu menjadi sebuah masjid yang besar di Rw 10 ini. Tahap awal yang mereka melakukan, adalah rapat dengan teman yang lainnya, Pak Uya juga menemani mereka selaku sesepuh di Rw 10.
“Assalamualaikum wr.wb” ucap Sandi sebagai pemimpin rapat
“Waalaikumsalam wr. Wb” jawab teman-temannya.
“Teman-teman, kita kan sudah lihat bagaimana mushola tempat ngaji kita waktu kecil sampai dewasa sekarang sudah rapuh dan usianya pun sudah tua, bagaimana kalau kita mencari bantuan ke warga yang lain, siapa tahu ada yang mau mewakafkan sebagian besar tanahnya untuk membangun mushola menjadi masjid ini”. Kata sandi
“Iya bener juga Di, setidaknya sebagai generasi muda kita harus dapat membantu warga sini, apalagi kan kapasitas mushola tidak dapat menampung jamaah yang banyak” ujar Fina.
“Aku setuju pendapat kalian berdua, mulai hari ini kita harus bekerja keras untuk mencari bantuan agar pembangunan mushola Al-Amanah ini berjalan dengan lancar dan tidak ada kendala” celetuk Bambang yang sembari tadi mengangguk-angguk kepala.
“Bapak setuju dengan pendapat kalian nak, karena kondisi bapak yang sudah mulai tua, bapak tidak bisa bekerja keras sendirian, bapak butuh bantuan remaja-remaja yang semangat seperti kalian” Ucap Pak Uya.
Setelah beberapa jam, rapatpun selesai dan mereka mulai mencari bantuan yang diawali dengan warga sekitar. Ternyata benar juga warga Rw 10 sangat berpartisifasi dan antusias dengan memberikan bantuan kepada mereka bahkan Bu Haji Ami memberikan tanahnya untuk diwakafkan. Setelah dana semuanya sudah terkumpul dan cukup untuk mulai pembangun masjid, warga Rw 10 pun bergotong royong membangun mushola menjadi sebuah Masjid yang besar di kampung ini.  Bangunan Masjid pun sudah berdiri kokoh dengan bentuk arsitektur yang indah yaitu berbentuk kotak dan diatasnya ada menara seperti bangunan arsitektur yang ada di Arab. Masjid itulah adalah Masjid Al-Amanah yang diketuai oleh Pak Ujang Yahya (Uya) sebagai DKM nya.
Setelah pembangunan Masjid hampir selesai, Sandi, Rizki, Fina, Mimi, bambang, Mumun dan Sarah kembali berinisiatif untuk membentuk suatu gerakan bagi para remaja di Rw 10. Gerakan yang tidak hanya mengurus masjid tetapi dapat membantu dan memajukan Rw 10 untuk kedepannya agar lebih baik dan maju.
“Di gimana menurutmu kalau kita adakan gerakan, semacam organisasi untuk Rw 10 ini?” tanya Fina pada Sandi.
“Boleh juga tuh, gerakan apa?” Ucap Sandi
“Gerakan maju mundur cantik aja lah, haha” celetuk Mumun sambil ketawa.
“Ihhh Mumun serius ah jangan gitu”. Kata Fina sembari memukul kepalanya dengan buku.
“Gimana kalau kita kasih nama “GR 10” ucap Bambang.
“Apaan tuh “GR 10?” tanya Sarah.
“GR 10” itu singkatan dari Gerakan Rw 10, gimana?” jawab Bambang.
“Bagus tuh, tapi kurang menyentuh. Bagaimana kalau GM-X, singkatan dari Gerakan Muda, dan X nya adalah lambang 10 yang melambangkan bahwa kita warga Rw 10” saran Fina.
“Nah, itu baru cocok, GM-X, mantaplah. Tapi ngomong-ngomong ketuanya siapa?” tanya Sandi?
“Ketuanya Kamu aja Di, kemarin kan Kamu yang jadi ketua untuk bantuan dana pembangunan Masjid”. Jawab Rizki.
“Setujuuuuu” jawab mereka serempak.
Akhirnya dibuatlah organisasi GM-X, dimana ketuanya adalah Sandi. Organisasi GM-X ini merupakan sebuah organisasi yang ada di Rw 10. Selain membantu kegiatan Rw 10, GM-X ini sering melakukan acara  seperti pawai obor tahun  baru Islam, acara 17 Agustus, Maulid Nabi dan sebagainya. Warga sangat bangga adanya gerakan Muda di Rw 10 ini begitu juga dengan Pak Uya sangat bangga mempunyai anak-anaknya yang begitu semangat untuk memajukan Rw 10 ini.

Selesai......


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CARA DAKWAH MEREKAYASA SOSIAL UMAT ISLAM

PIDATO ANALOGI

BASA SUNDA